A. Pendahuluan
Tidak ada orang yang ingin gagal, semua orang ingin jadi orang yang sukses. Tetapi apakah semua orang ingin berkorban untuk mencapai kesuksesan? Tidak. Banyak orang yang ingin sukses, menjadi kaya, terkenal, atau menjadi ahli dalam suatu bidang hanya dalam sekejap mata. Faktanya, menjadi sukses adalah sebuah perjalanan panjang dimana kita harus banyak berkorban untuk meraihnya. Apakah kamu sudah punya rencana untuk 1 tahun, 5 tahun, atau 10 tahun ke depan? Jika punya, maka itu adalah hal yang baik. Apabila kamu sama sekali belum tahu akan melakukan apa di masa depan, cobalah untuk mulai merencanakan itu, semakin cepat semakin baik.
Namun, apakah hanya dengan memiliki rencana di masa depan akan membuatmu sukses? Tidak. Akan banyak rintangan yang kamu harus hadapi untuk menuju ke sana. Dan faktanya adalah, rintangan itu justru banyak yang berasal dari diri kita sendiri, terutama kebiasaan kita. Ya, musuh terbesar dalam mencapai kesuksesan adalah diri kita sendiri.
Telah menjadi rahasia umum bahwa dalam masalah waktu, masyarakat kita dikenal suka mentradisikan jam karet. Layaknya sebuah karet, ia bisa diulur sekehendaknya. Begitu pula halnya dengan jam karet, tidak ada ketepatan waktu di dalam praktiknya. Ia selalu molor, molor, dan molor. Sebagai contoh, ketika kita hendak mengadakan rapat atau kegiatan sejenisnya, ketepatan waktu merupakan barang langka dan setiapkali itu pula pemunduran jadwal dari waktu yang telah disepakati senantiasa terjadi.
Sebagai contoh, di kampus, dosen dijadwalkan memberi kuliah pada pukul tujuh pagi, tetapi datangnya pukul setengah delapan. Berjanji dengan mahasiswa bertemu pukul sepuluh untuk memberikan layanan konsultasi dan bimbingan, tapi ternyata baru muncul pukul sebelas siang, bahkan terkadang tidak nongol sama sekali. Begitu seterusnya dan seterusnya. Kebiasaan ini berurat-akar, bermuara pada karakter masyarakat yang doyan menunda-nunda pekerjaan dan menyia-nyiakan waktu. Di tingkat mahasiswa, baik strata I, strata II, dan strata III, hal itu juga jamak terjadi. Penuntasan studi untuk jenjang S-1 yang seharusnya 4 tahun, S-2 yang seharusnya 2 tahun, dan S-3 yang seharusnya 3 tahun, seringkali molor dan melebihi batas waktu. Ironisnya, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang lazim, kaprah, dan lumrah.
Perilaku yang kurang terpuji itu tentu sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Mengingat sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya kita lebih cermat dan disiplin dalam memanfaatkan waktu. Karena dalam ajaran Islam, tidak dikenal konsep menunda-nunda pekerjaan dan menyia-nyiakan waktu. Apa yang bisa dilakukan hari ini, sebaiknya segera dilakukan.
Janganlah kamu menunda-nunda pekerjaanmu hingga keesokan hari.
Menunda biasa kita artikan dengan menangguhkan suatu urusan untuk sementara waktu dengan jaminan akan mengerjakanya pada waktu yang lain. Pada dasarnya, menunda itu tidaklah jadi soal asalkan berhentinya kita dari aktivitas tersebut disebabkan oleh tuntutan situasi yang mengharuskan kita untuk menunaikan tugas lain yang lebih penting atau disebabkan kondisi yang darurat.
Dalam bukunya, Fiqh al-Awlawiyah, Dr. Yusuf Qardhawi menerangkan, “Selayaknyalah kaum muslimin untuk lebih memilih suatu pekerjaan yang dianggap paling prioritas dari yang lebih rendah nilai prioritasnya.” Yang menjadi masalah—dan ini yang seringkali terjadi di tengah-tengah masyarakat kita saat ini, penundaan pekerjaan kerapkali dilakukan dengan alasan yang tidak masuk akal, misalnya merasa masih punya waktu luang, bad mood, atau sejenisnya. Penundaan semacam ini justru akan membuat pekerjaan menjadi terbengkalai karena untuk kembali melanjutkan aktivitas yang sudah ditangguhkan, sukarnya luar biasa. Hal ini tidak lepas dari gangguan setan yang notabene adalah musuh kita yang nyata.
Sebagai contoh, ketika kita sedang menulis karya ilmiah, seperti paper, skripsi, tesis, atau disertasi, kita sering berleha-leha dan menunda-nunda dengan alasan masih banyak waktu. “Ah, besok kan masih bisa dilanjutkan.” Bisikan-bisikan demikian, sejatinya berasal dari bisikan setan dan hawa nafsu yang tidak pernah rela apabila kita melakukan kebajikan yang bermanfaat dengan sepenuh hati. Padahal, dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW mengingatkan, “Berusahalah untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bermanfaat sembari memohon pertolongan dari Allah. Jangan pernah menjadi malas dan kendor. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka jangan pernah mengatakan, ‘andai’, ‘seumpamanya’, ‘jika saja’. Akan tetapi, tegaskan bahwa semuanya telah ditakdirkan oleh Allah. Sebab penyataan ‘pengandaian’ itu membuka ruang bagi setan untuk masuk.” (HR. Muslim)
Yang tidak boleh dilupakan, dalam setiap hitungan detik itu selalu terkandung dua hal sekaligus, yaitu hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Pengabaian terhadap hak dan kewajiban tersebut akan membawa kemudaratan yang berlipat-lipat bagi pelakunya. Seorang ahli hikmah berkata bahwa kewajiban dalam setiap waktu memungkinkan untuk diganti, tapi hak-hak dari setiap waktu tersebut tidak mungkin diganti. Hasan al-Banna al-Syahid, pendiri sekaligus ideolog gerakan al-Ikhwan al-Muslimun Mesir yang sangat legendaris itu pernah mengatakan, “Kewajiban yang dibebankan kepada kita itu jauh lebih banyak daripada waktu yang kita miliki.” Oleh karena itu, pada saat kita menunda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, maka pada hakikatnya kita tengah menumpuk-numpuk tugas dan kewajiban. Semakin sering kita menunda, maka semakin berjibun pula tumpukan pekerjaan yang harus kita selesaikan sehingga apabila kita menunda, berarti kita hidup dalam tumpukan-tumpukan kewajiban yang harus dituntaskan dalam rentang waktu yang lebih pendek dan sedikit.
Pada saat kita menforsir diri untuk menyelesaikan tumpukan kewajiban dengan waktu yang pendek dan sedikit, jangan harap kita dapat bekerja secara profesional dan nikmat. Yang terjadi, justru hidup menjadi tidak tenang dan gelisah, sebab selalu dihantui oleh sekian banyak tugas dan kewajiban tertunda yang harus dirampungkan. Tidak menutup kemungkinan, ada beberapa kewajiban yang tidak bisa kita tunaikan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran yang pada akhirnya berujung pada kegagalan demi kegagalan yang diakibatkan oleh kebiasaan menunda tersebut. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba, jika ia melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan mengerjakannya secara maksimal.” (HR. Abu Ya’la)
Para ulama salaf telah merekomendasikan resep yang ampuh untuk mengobati penyakit kronis ini, yaitu dengan mendidik diri agar segera melakukan dan segera menuntaskan. Dalam konteks ini, Allah, berfirman, “Bersegeralah kalian menuju ampunan Tuhan dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran [3]: 133)
Rasulullah juga bersabda berkaitan dengan pentingnya menyegerakan suatu urusan, “Bersegeralah melakukan perbuatan baik karena akan terjadi fitnah laksana sepotong malam yang gelap.” (HR. Muslim) Sumber : Yusuf Hanafi
Sebagai contoh, di kampus, dosen dijadwalkan memberi kuliah pada pukul tujuh pagi, tetapi datangnya pukul setengah delapan. Berjanji dengan mahasiswa bertemu pukul sepuluh untuk memberikan layanan konsultasi dan bimbingan, tapi ternyata baru muncul pukul sebelas siang, bahkan terkadang tidak nongol sama sekali. Begitu seterusnya dan seterusnya. Kebiasaan ini berurat-akar, bermuara pada karakter masyarakat yang doyan menunda-nunda pekerjaan dan menyia-nyiakan waktu. Di tingkat mahasiswa, baik strata I, strata II, dan strata III, hal itu juga jamak terjadi. Penuntasan studi untuk jenjang S-1 yang seharusnya 4 tahun, S-2 yang seharusnya 2 tahun, dan S-3 yang seharusnya 3 tahun, seringkali molor dan melebihi batas waktu. Ironisnya, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang lazim, kaprah, dan lumrah.
Perilaku yang kurang terpuji itu tentu sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Mengingat sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya kita lebih cermat dan disiplin dalam memanfaatkan waktu. Karena dalam ajaran Islam, tidak dikenal konsep menunda-nunda pekerjaan dan menyia-nyiakan waktu. Apa yang bisa dilakukan hari ini, sebaiknya segera dilakukan.
Janganlah kamu menunda-nunda pekerjaanmu hingga keesokan hari.
Menunda biasa kita artikan dengan menangguhkan suatu urusan untuk sementara waktu dengan jaminan akan mengerjakanya pada waktu yang lain. Pada dasarnya, menunda itu tidaklah jadi soal asalkan berhentinya kita dari aktivitas tersebut disebabkan oleh tuntutan situasi yang mengharuskan kita untuk menunaikan tugas lain yang lebih penting atau disebabkan kondisi yang darurat.
Dalam bukunya, Fiqh al-Awlawiyah, Dr. Yusuf Qardhawi menerangkan, “Selayaknyalah kaum muslimin untuk lebih memilih suatu pekerjaan yang dianggap paling prioritas dari yang lebih rendah nilai prioritasnya.” Yang menjadi masalah—dan ini yang seringkali terjadi di tengah-tengah masyarakat kita saat ini, penundaan pekerjaan kerapkali dilakukan dengan alasan yang tidak masuk akal, misalnya merasa masih punya waktu luang, bad mood, atau sejenisnya. Penundaan semacam ini justru akan membuat pekerjaan menjadi terbengkalai karena untuk kembali melanjutkan aktivitas yang sudah ditangguhkan, sukarnya luar biasa. Hal ini tidak lepas dari gangguan setan yang notabene adalah musuh kita yang nyata.
Sebagai contoh, ketika kita sedang menulis karya ilmiah, seperti paper, skripsi, tesis, atau disertasi, kita sering berleha-leha dan menunda-nunda dengan alasan masih banyak waktu. “Ah, besok kan masih bisa dilanjutkan.” Bisikan-bisikan demikian, sejatinya berasal dari bisikan setan dan hawa nafsu yang tidak pernah rela apabila kita melakukan kebajikan yang bermanfaat dengan sepenuh hati. Padahal, dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW mengingatkan, “Berusahalah untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bermanfaat sembari memohon pertolongan dari Allah. Jangan pernah menjadi malas dan kendor. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka jangan pernah mengatakan, ‘andai’, ‘seumpamanya’, ‘jika saja’. Akan tetapi, tegaskan bahwa semuanya telah ditakdirkan oleh Allah. Sebab penyataan ‘pengandaian’ itu membuka ruang bagi setan untuk masuk.” (HR. Muslim)
Yang tidak boleh dilupakan, dalam setiap hitungan detik itu selalu terkandung dua hal sekaligus, yaitu hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Pengabaian terhadap hak dan kewajiban tersebut akan membawa kemudaratan yang berlipat-lipat bagi pelakunya. Seorang ahli hikmah berkata bahwa kewajiban dalam setiap waktu memungkinkan untuk diganti, tapi hak-hak dari setiap waktu tersebut tidak mungkin diganti. Hasan al-Banna al-Syahid, pendiri sekaligus ideolog gerakan al-Ikhwan al-Muslimun Mesir yang sangat legendaris itu pernah mengatakan, “Kewajiban yang dibebankan kepada kita itu jauh lebih banyak daripada waktu yang kita miliki.” Oleh karena itu, pada saat kita menunda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, maka pada hakikatnya kita tengah menumpuk-numpuk tugas dan kewajiban. Semakin sering kita menunda, maka semakin berjibun pula tumpukan pekerjaan yang harus kita selesaikan sehingga apabila kita menunda, berarti kita hidup dalam tumpukan-tumpukan kewajiban yang harus dituntaskan dalam rentang waktu yang lebih pendek dan sedikit.
Pada saat kita menforsir diri untuk menyelesaikan tumpukan kewajiban dengan waktu yang pendek dan sedikit, jangan harap kita dapat bekerja secara profesional dan nikmat. Yang terjadi, justru hidup menjadi tidak tenang dan gelisah, sebab selalu dihantui oleh sekian banyak tugas dan kewajiban tertunda yang harus dirampungkan. Tidak menutup kemungkinan, ada beberapa kewajiban yang tidak bisa kita tunaikan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran yang pada akhirnya berujung pada kegagalan demi kegagalan yang diakibatkan oleh kebiasaan menunda tersebut. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba, jika ia melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan mengerjakannya secara maksimal.” (HR. Abu Ya’la)
Para ulama salaf telah merekomendasikan resep yang ampuh untuk mengobati penyakit kronis ini, yaitu dengan mendidik diri agar segera melakukan dan segera menuntaskan. Dalam konteks ini, Allah, berfirman, “Bersegeralah kalian menuju ampunan Tuhan dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran [3]: 133)
Rasulullah juga bersabda berkaitan dengan pentingnya menyegerakan suatu urusan, “Bersegeralah melakukan perbuatan baik karena akan terjadi fitnah laksana sepotong malam yang gelap.” (HR. Muslim) Sumber : Yusuf Hanafi
Tahukah kamu kalau kebiasaan menunda waktu itu adalah jalan tercepat menuju kemerosotan diri kamu sendiri? Tahukah kamu berapa nilai yang sudah kamu hamburkan dengan hal yang kurang berguna, misalanya hari ini kamu punya waktu luang sebanyak 5 jam, dan itu cuman kamu habisin buat nonton sinetron yang belum tentu member nilai tambah buat kamu, atau misal kamu buang waktu dengan chatting berjam-jam yang nggak memberi nilai tambah buat kamu, kenapa nggak kamu isi dengan hal yang mesti kamu jalankan dan memberi nilai tambah buat kamu, misalnya: belajar, berolah raga, ikut seminar,memulai bisnis dll.
Sekali lagi hal ini karena “penyakit mental” yang disebut ogah keluar dari zona nyaman demi sesuatu yang lebih baik bagi diri kita sendiri, ini namanya kamu nggak sayang sama diri kamu sendiri, kamu menyia-nyiakan waktu kamu, hidup kamu yang cuman sekali-kalinya di dunia ini, coba jawab pertanyaan saya ini:
Di bawah ini adalah 10 kebiasaan buruk yang menghalangi dirimu dari kesuksesan:
1. Tidak tahu prioritas
Ketika kamu memiliki suatu pekerjaan penting yang harus dilakukan namun kamu malah melakukan pekerjaan lain yang tidak penting, maka ini adalah sebuah bencana. Jika apa yang kamu kerjakan sangat banyak, buatlah daftar to-do-list yang berurutan mulai dari pekerjaan yang penting sampai yang kurang penting.
2. Menunda-nunda pekerjaan (procrastinate)
Orang yang suka menunda-nunda pada akhirnya cenderung tidak melakukan apapun. Sikap yang menonjol dari seorang procrastinator adalah sikap optimis bahwa ia bisa mengerjakan sesuatu dalam waktu yang singkat. Padahal waktu yang singkat akan memberikan tekanan yang lebih besar dan membuat hasil pekerjaanmu tidak maksimal atau lebih parah lagi, tidak selesai.
3. Tetap berada di zona nyaman
Orang yang tetap berada di zona nyaman adalah orang yang takut akan perubahan. Takut akan hal baru akan menghalangi seseorang dalam meningkatkan kemampuan, mengembangkan diri dan berinovasi. Apakah kamu akan pernah sampai di puncak apabila kamu terus berkemah di lereng gunung?
4. Menyerah terlalu cepat
Ketika kamu sudah melangkah, maka kamu akan menghadapi kesulitan, halangan, dan kesalahan. Semua orang mengalami itu, bukan hanya dirimu. Yang membedakan adalah reaksi kita saat menghadapi kesulitan. Kamu harus mengetahui bahwa tidak ada cara atau resep mudah untuk mencapai kesuksesan, apapun yang kamu kerjakan. Tahukah kamu bahwa kegagalan adalah pilihan, bukan nasib? Kamu hanya akan gagal ketika kamu menyerah.
5. Tidak ada tindakan
Rencana sebaik apapun, mimpi sebesar apapun tidak ada gunanya apabila kamu tidak mengambil tindakan. Kamu mungkin saja punya impian menjadi miliuner, tetapi bisakah itu terjadi apabila apa yang kamu kerjakan hanya menonton tv atau bermain game?
6. Tidak memiliki mimpi
Orang yang tidak memiliki mimpi tidak akan memiliki alasan untuk berjuang dan berusaha. Ibaratnya seperti bermain basket tanpa keranjang untuk memasukkan bola, apa gunanya? Hidupmu akan hampa dan membosankan apabila kamu tidak memiliki mimpi untuk diperjuangkan. Manusia tidak akan hidup selamanya, apakah kamu senang menghabiskan waktumu yang singkat ini dengan mengembara tanpa tujuan?
7. Perfeksionis
Perfeksionis adalah pembunuh karir. Kamu tidak akan pernah bisa menghargai hasil pekerjaanmu dan selalu fokus pada apa yang salah dari pekerjaanmu itu. Memang berinovasi dan memperbaiki kekurangan pekerjaan kita adalah hal yang sangat baik, namun semua itu bisa kita lakukan seiring waktu berjalan. Pekerjaan manusia tidak akan pernah sempurna, akan selalu ada ruang untuk kemajuan. Jangan lupa bahwa masih banyak hal yang harus kamu kerjakan.
8. Tidak fokus
Ini adalah salah satu kesalahan besar yang sering dilakukan orang. Mereka memiliki ambisi besar untuk sukses, lalu mereka ingin mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Hasilnya sudah bisa ditebak, mereka kewalahan. Mereka berpindah dari satu pekerjaan, ke pekerjaan lain, namun tidak ada satupun dari pekerjaan itu yang selesai. Bisakah kamu memakan satu hamburger hanya dalam satu gigitan?
9. Budaya instan
Zaman sekarang adalah zaman dimana manusia sangat dimanjakan. Handphone, komputer, internet, mobil, lift, mie instan, bahkan makanan siap saji. Karena sudah terbiasa terhadap fasilitas-fasilitas seperti itu, manusia ingin serba cepat dalam melakukan sesuatu, termasuk dalam meraih kesuksesan. Mereka biasanya akan mencari suatu pekerjaan yang diyakini mampu membuat ia cepat sukses, dan ketika menghadapi kegagalan, mereka akan putus asa. Kamu harus tahu bahwa, tidak ada yang namanya kesuksesan yang instan. Seperti yang dikatakan di awal artikel, kesuksesan adalah perjalanan.
10. Manajemen waktu yang buruk
Satu tahun terdiri dari 365 hari, satu hari terdiri dari 24 jam, dan satu jam terdiri dari 60 menit. Semua makhluk hidup di bumi ini memiliki waktu yang sama, namun mengapa hasilnya berbeda? Sedikit yang sukses, banyak yang gagal. Cara bagaimana kita memanajemen waktu sangat menentukan. Sedikit orang yang berusaha mewujudkan mimpinya, namun sangat banyak yang bermalas-malasan dan terus menunggu waktu yang mereka anggap tepat. Apa alasannya? Aku masih muda, aku belum siap, hidup harus dinikmati, atau alasan lain yang intinya mengatakan bahwa ‘waktuku masih banyak, tenang saja’. Bisakah kamu mengatakan itu, apabila seandainya kamu diberi tahu bahwa hidupmu tinggal 1 hari, 1 bulan, atau 1 tahun lagi? Apakah kamu masih menganggap waktumu masih banyak? Apabila kamu tidak pernah mengatur waktumu, pada akhirnya kamu hanya akan bisa menyesal, ternyata semua sudah terlambat.
B. Penutup
Kamu sayang nggak sama diri kamu???
Kalau kamu bilang sayang sama diri kamu sendiri, jangan sia-siakan waktumu bro, gunakan dengan kegiatan positif yang membangun kamu, syukur-syukur bisa member manfaat buat orang lain, satu tips buat kamu yang suka menunda waktu: gunakan prinsip ini : “Just do it” sengaja saya bold dan saya kasih warna merah supaya kamu inget terus, saat kamu merasa malas, kamu harus teriakan dalam hatimu “ JUST DO IT” dan detik itu juga segera bangun dan langkahkan kakimu untuk segera mengerjakan apa yang harus kamu lakukan, go get some fresh air out there, keluarlah dari kamarmu, get take action for better tomorrow.
Lakukan apa yang bias kamu lakukan detik ini, jam ini hari ini dan seterusnya. Hindari 10 kebiasaan di atas insyaAllah kamu akan menjadi orang terhormat dan sukses. Selamat bror…………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar