Minggu, 09 Desember 2012

Profesionalisme PNS

Profesinalisme adalah sebuah kata yang sering kita dengar saat ini. Hampir di setiap aspek kehidupan, selalu didengungkan kata profesinalisme. Satu kata memiliki dampak yang begitu signifikan sehingga digunakan di setiap aspek dan setiap kesempatan yang ada. Tapi, untuk saat ini saya akan membahas tentang profesinalisme seorang pegawai negeri sipil atau yang sering disingkat PNS. PNS saat ini bukan merupakan bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara tapi lebih menjurus pada sebuah profesi dimana sebuah profesi diharapkan dapat menjamin kehidupan, bagaimanapun hidup dan penghidupan adalah sebuah keharusan dalam hidup. Dulu dalam idialismee kenegaraan Pegawai negeri sipil merupakan sebuah panggilan itu kan dulu, tapi sekarang bila menjadi Pegawai negeri sipil diharapkan adanya rasa kenyamanan dalam bekerja. Dibandingkan bekerja di swasta sebagai Karyawan selalu dihantui was-was terlebih-lebih Karyawan yang berstatus Outshorsing. Bagimana dengan Pegawai negeri sipil walaupun gaji kecil dijamin pemerintah dan setiap tahun jaminan 10% kenaikan gaji adalah yang ditunggu-tunggu. Seorang PNS sebelum melamar menjadi calon PNS katanya akan mengabdi untuk kepentingan masyarakat sesuai sumpah PNS, tapi apakah sumpah PNS itu sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat? kita perlu mengedarkan quisioner terlebih dahulu untuk bisa mengambil kesimpulan apakah pelayanan dari PNS saat ini sudah memenuhi harapan masyarakat atau tidak. seperti yang kita lihat kondisi yang sebenarnya terjadi di kehidupan kita saat ini. Seorang pegawai negeri sipil ada yang kita temukan sudah tidak lagi memegang sumpahnya untuk mengabdi dan melayani masyarakat. Ada pihak yang cenderung hanya memikirkan kepentingan pribadi, dan melupakan siapa yang sebenarnya harus mereka layani. Kita pasti pernah melihat bagaimana kita temukan ada pegawai yang melupakan apa sebenarnya hakikat menjadi seorang pegawai negeri sipil. Sebuah kondisi yang sebenarnya tidak harus terjadi. Tapi apakah dalam hal ini, sudah cukup kita hanya melihat dari sisi pegawai negeri sipil saja sehingga memang pantas kita salahkan atas tindakan nya tersebut? Apakah pantas kita langsung menghakimi mereka tanpa memberikan kesempatan untuk sebuah penjelasan yang mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya kondisi seperti itu? Beberapa pertanyaan itulah yang ingin saya bahas untuk saat ini. Sekarang, mari kita lihat langsung kondisi kehidupan pegawai negeri sipil secara umum, yang umumnya masih bekerja sebagai pelaksana, bukan mereka yang sudah memiliki jabatan atau pun pangkat yang tinggi. Mari kita coba jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini, untuk bisa melihat dan memahami kondisi yang sebenarnya terjadi. Sudah perlukah aturan - aturan yang mengatur PNS itu sudah harus dirubah? Saat ini sedang santernya digembar gemborkan ASN. ASN merupakan istilah baru dalam sebutan PNS, dalam aturan ASN diarahkan bagaimana mempersiapkan PNS menjadi Profesionalisme dengan memangkas eselonisasi yang ada saat ini. nantinya dalam jabatan ASN kita mengenal 3 jenis jabatan antara lain: 1. Jabatan Eksekutif Senior (JES) 2. Jabatan Fungsional 3. Jabatan Administrator Dalama peraturan ASN ini yang merupakan inisiatif dari DPR yang merupakan salah satu Tupoksi dari Komisi II, kini sedang membahas beberapa kendala sekaligus mencari solusi bagaimana ASN ini bisa diterapkan karena pada ASN ini nantinya jabatan Fungsional diperbanyak dan jabatan Struktural diperkecil. Kelebihan lain dari ASN ini natinya Jabatan Sekda adalah jabatan karier tertinggi bagi seorang ASN dan harus mandiri tanpa pengaruh politik yang saat ini Sekda merupakan tangan kanan Bupati/Walikota dan kita rasakan saat ini semua kegiatan dipengaruhi oleh Politik termasuk karier seorang PNS. Saat ini sebelum ASN diberlakukan khususnya bagi PNS yang golongan II bahkan golongan III sekalipun untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar ( basic need )masih berat. Kebutuhan ini sering kita kenal sebagai kebutuhan primer, mencakup kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Dampak yang dirasakan langsung saat ini bagi PNS secara sederhana, seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan dasar nya terlebih dahulu daripada kebutuhan yang lain. Begitu juga pegawai negeri sipil, bila kebutuhan dasar nya belum semua terpenuhi dengan baik, maka wajar saja jika dia bekerja kurang profesional, karena masih ada celah yang harus lebih dulu dipenuhi yaitu kebutuhan dasar. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, maka seorang pegawai negeri sipil pun dapat melakukan apa saja, baik dengan cara yang sesuai aturan maupun cara lain yang melanggar aturan. Celah seperti ini seharusnya terlebih dahulu dipenuhi, agar seorang pegawai negeri sipil pun setidaknya dapat bekerja dengan baik tanpa dibayang-bayangi rasa cemas akan kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Contohnya saja, seorang pegawai di bidang keuangan yang hanya memperoleh penghasilan yang tidak cukup memenuhi semua kebutuhan dasar nya. Di dalam melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan uang, wajar saja dia dapat menjadi tergoda untuk tidak bertindak secara profesional misalnya dengan melakukan tindakan yang dapat mendatangkan keuntungan pribadi bagi dia yang sebenarnya tidak sesuai aturan, yang dapat digunakan nya untuk memenuhi kebutuhan dasar nya. Kesimpulan nya adalah, untuk mendorong munculnya profesionalisme seorang pegawai negeri sipil, setidaknya penuhi dulu kebutuhan dasarnya. Setelah kebutuhan dasar dapat terpenuhi, kita pun mulai dapat berbicara tentang profesionalisme seorang pegawai negeri sipil. Bagaimana kondisi aturan dan hukum yang berlaku, apakah sudah adil? Profesionalisme juga mendapat pengaruh dari seberapa baik kah aturan dan hukum yang berlaku. Jika kondisi aturan yang jelas, hal ini dapat mendorong seorang pegawai negeri sipil untuk bertindak lebih profesional, walaupun sebenarnya dapat dikatakan bahwa dia bertindak seperti itu karena ada unsur paksaan dari hukum yang mengikat. Agar lebih baik, menurut saya bukan hanya dari segi aturan dan hukum yang jelas. Tetapi harus adanya keseimbangan antara hukum bersifat memaksa dan hadiah yang bersifat mendorong. Menurut saya, “sistem reward and punishment” harus disusun dengan sebaik mungkin dan dijalankan dengan baik pula, sehingga setiap pegawai negeri sipil mendapat dorongan dari dua arah. Dua arah yang saya maksud adalah: a.Reward(hadiah) merupakan insentif/ dorongan bagi pegawai negeri sipil untuk lebih meningkatkan profesionalitas nya apabila seorang pegawai negeri sipil benar-benar telah menjalankan profesionalisme seorang pegawai negeri sipil b.Punishment(hukuman) merupakan palang pintu terakhir untuk memaksa agar pegawai negeri sipil bertindak sesuai aturan yang ada. Istilahnya, punishment ibarat cambuk yang siap dipukulkan apa bila ada yang bertindak melanggar aturan yang ada Lebih baik lagi jika sistem reward and punishment lebih ditekankan kepada reward, karena hal ini dapat mendorong pegawai negeri sipil untuk bekerja secara efektif dan efisien, serta mendorong kreativitas yang lebih baik. Saya percaya, sebenarnya sumber daya manusia di Indonesia sudah cukup baik. Tetapi karena kondisi hukum yang sampai saat ini saya lihat masih jauh dari kata adil, maka hal ini mendorong sikap yang tidak profesional juga dari seorang pegawai negeri sipil, karena merasakan kekecewaan dari ketidakadilan baik dari sisi aturan maupun hukum yang berjalan. Kesimpulan: Perbaiki aturan dan hukum yang ada, jalankan sesuai dengan sistem yang telah dibuat. Berikan pula reward yang sepantasnya bagi setiap pegawai negeri sipil yang benar-benar menjalankan profesionalisme. Mudah-mudahan, cepat atau lambat, mereka semua dapat berubah menjadi pegawai negeri sipil yang profesional. Bagaimana kondisi para pemimpin di negara ini, apakah sudah menjadi teladan yang baik dan benar bagi bawahannya? Mari kita lihat kondisi para pemimpin di negara ini. Kalau saya sendiri melihat, ada banyak yang bertindak tidak layak dan tidak memberi teladan yang baik bagi bawahan nya. Wajar saja jika bawahannya juga menjadi tidak profesional, karena mereka berkaca kepada pemimpin mereka. Seandainya para bawahan tidak mengikuti yang dilakukan dan diinginkan pimpinan, besar kemungkinan mereka menjadi tidak dianggap di dalam sebuah lingkungan kantor, menjadi dikucilkan dan tidak mendapat apresiasi yang seharusnya diperoleh atas profesionalisme yang telah dijalankan nya dengan tetap melakukan yang benar dan tidak mau mengikuti sistem yang ada yang tidak berjalan dengan baik. Umumnya orang ingin mendapat apresiasi dari lingkungan di sekitarnya. Bagaimana mungkin kita mendapat apresiasi atas profesionalisme yang kita lakukan, sementara lingkungan di mana kita berada tidak menginginkan adanya profesionalisme. Profesionalisme justru dianggap menjadi sebuah hal yang tidak normal. Kesimpulan: Hendaknya para pemimpin di negara ini memberikan teladan yang baik dan menciptakan lingkungan yang benar-benar mengutamakan adanya profesionalisme. Bagaimana kondisi masyarakat dan cara masyarakat menanggapi profesionalisme seorang pegawai negeri sipil? Masyarakat kita begitu mengharapkan pegawai negeri sipil yang profesional dalam menjalankan tugas yang diemban. Profesionalitas yang diharapkan adalah di setiap bidang yang mereka kerjakan. Masyarakat menginginkan segala sesuatu dilakukan dan dikerjakan secara profesional. Tetapi, apa kah semua masyarakat mengharapkan hal yang sama? Mari kita lihat contoh sederhana yaitu dalam mengurus surat keterangan dari kantor Kelurahan. Kalau masyarakat yang menjunjung tinggi hal profesionalitas, maka masyarakat tersebut akan mengikuti segala tata cara dan peraturan yang berlaku dalam mengurus surat keterangan di Kantor Kelurahan. Tetapi tidak semua masyarakat memandang hal tersebut dengan cara yang sama. Sebagian masyarakat justru mendorong tindakan yang tidak profesional dilakukan oleh pegawai negeri sipil. Contoh nya adalah dengan meminta pihak dari kantor Kelurahan untuk mengurus surat keterangan agar segera diselesaikan walau sebenarnya belum bisa diselesaikan karena masih ada surat-surat yang belum lengkap. Untuk mencapai niatnya, maka masyarakat banyak yang tidak malu-malu untuk langsung menyampaikan uang sebagai insentif walau pun sebenarnya adalah pengganti dari kata uang sogokan. Pegawai negeri sipil juga dalam hal tersebut tidak boleh disalahkan, karena seorang pegawai negeri sipil pun punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika kembali ke pertanyaan nomor satu, dan ternyata jawaban nya adalah bahwa kebutuhan dasar pegawai negeri sipil belum terpenuhi, maka jangan salahkan jika pegawai negeri sipil akan mengikuti cara permainan yang diinginkan oleh sebagaian masyarakat yang tidak menjunjung profesionalisme. Ibarat pepatah, “ Mana ada buaya yang menolak bangkai”. Dalam hal ini, kita dapat menggambarkan pegawai negeri sipil menjadi buaya karena sebenarnya dipaksa oleh kondisi bahwa dia masih harus memikirkan tentang kebutuhan dasar dari hidupnya. Kesimpulan : Untuk mendorong profesionalisme, maka kita selaku masyarakat pun harus ikut membangun iklim suasana yang benar-benar menjunjung profesionalitas. Jangan hanya selalu meminta pegawai negeri sipil untuk bertindak profesional, sementara masyarakat pun tidak bertindak secara profesional. Mari kita bersama-sama menciptakan suasana yang benar-benar mendukung terciptanya profesionalisme di lingkungan pegawai negeri sipil dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bertindak secara profesional pula. Sesungguhnya, bukannya kita tidak bisa untuk berubah, tetapi kita masih belum punya kemauan untuk berubah. Baiklah kita awali perubahan ke arah yang positif, dimulai dari hal yang paling sederhana dulu. Jika nanti kita telah terbiasa untuk bertindak positif yaitu secara profesional di lingkungan yang kecil, mudah-mudahan hal ini dapat meluas dan berdampak ke seluruh elemen di negara ini. Jangan hanya sekedar kata baik di mulut, tanpa ada langkah kongkrit untuk mencitptakan profesionalisme tersebut. Mari berubah ke arah yang lebih baik, demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Tidak ada komentar: