Oleh
: Kidi,S.Sos
(
Widyaiswara Muda Kantor Diklatda Kabupaten Jembrana)
A. Pendahuluan
Secara
garis besar, persoalan pegawai negeri sipil dapat ditinjau dari tiga perspektif
yaitu perspektif sistem (aturan hukum
dan kebijakan), kelembagaan dan sumber daya manusia. Dari sisi peraturan perundang-undangan, banyak peraturan
perundang-undangan yang selama ini mengatur manajemen PNS yang dinilai sudah out
of date sehingga tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan lingkungan
global dewasa ini. Sekalipun UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999, namun sebagian besar
peraturan pelaksanaannya masih belum disesuaikan dengan tuntutan dan
perkembangan zaman. Contohnya adalah PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti PNS, PP
No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS, PP No. 15 Tahun
1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan PNS, PP No. 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian PNS, PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS, dan
lain-lain. Upaya-upaya untuk memperbarui regulasi tersebut telah dimulai
walaupun belum memperlihatkan hasil yang signifikan.
Dari
perspektif kelembagaan, terdapat
beberapa instansi yang menangani perumusan kebijakan PNS seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,
Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara, dan Departemen Dalam Negeri. Deputi II Bidang
Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PAN, contohnya, bertugas
menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
sumber daya manusia aparatur dengan fungsi-fungsi :
(a) menyiapkan perumusan kebijakan di bidang sumber
daya manusia aparatur;
(b) melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan di
bidang sumber daya manusia aparatur;
(c) melakukan pemantauan, analisis, evaluasi dan
pelaporan di bidang sumber daya manusia aparatur; dan
(d)melaksanakan hubungan kerja di bidang
sumber daya manusia dengan pemerintah dan masyarakat.
Sementara
itu, BKN selain menetapkan kebijakan dan regulasi PNS juga melaksanakan fungsi-fungsi
operasional, seperti halnya Kementerian PAN. Di bidang pendidikan dan
pelatihan, LAN berfungsi sebagai instansi pembina Diklat sedangkan BKN bertindak
sebagai instansi pengendali diklat. Selain LAN dan BKN yang mengeluarkan
kebijakan mengenai pendidkan dan pelatihan PNS, Departemen
Dalam
Negeri juga menetapkan sejumlah kebijakan berkenaan dengan pendidikan dan
pelatihan untuk PNS di daerah.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa belum adanya pembagian kewenangan yang tegas
mengenai PNS di antara beberapa instansi pemerintah pusat menyebabkan kebijakan
yang dikeluarkan oleh satu instansi sering tumpang tindih dengan kebijakan yang
dikeluarkan oleh instansi lainnya. Artinya, belum terdapat pembagian tugas dan
kewenangan yang jelas antar instansi dalam perumusan kebijakan PNS sehingga
kebijakan yang diterbitkan kurang dapat berjalan secara efektif di lapangan.
Dari
sisi kapasitas individual PNS, data hasil Pendataan Ulang PNS Tahun 2003 dapat
mengungkapkan hal ini. Dari jumlah 3.541.961 orang PNS, persentase terbesar
adalah mereka yang berpendidikan SLTA (38,6 %), dan yang berpendidikan S-1
sebesar 26,6 %. Sedangkan mereka yang berpendidikan pascasarjana (S-2 dan S-3)
hanya sebesar 2,8 %. PNS yang berpendidikan SLTP
ke
bawah adalah sebesar 6,5 %.
Secara
umum Keban (2004:17) menguraikan bahwa sistem manajemen PNS memiliki sejumlah
kelemahan mendasar antara lain:
(1)
lebih menonjolkan sisi administratif
dari pada sisi manajemen khususnya manajemen sumber modern;
(2)
lebih bersifat sentralistis sehingga
kurang mengakomodasikan nilai efisiensi dan efektifitas dalam pencapaian tujuan
organisasi dari masing-masing instansi baik di pusat maupun daerah;
(3)
tidak terdapat prinsip check and
balance dalam penyelenggaran manajemen kepegawaian sehingga mendorong
terjadinya duplikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah yang akhirnya
menghambat prinsip akuntabilitas;
(4)
kurang didukung oleh sistem informasi
kepegawaian yang memadai sehinga berpengaruh negatif pada proses pengambilan
keputusan dalam manajemen kepegawaian;
(5)
tidak mampu mengontrol dan
mengaplikasikan prinsip sistem merit secara tegas;
(6)
tidak memberi ruang atau dasar hukum
bagi pengangkatan pejabat non karier;
(7)
tidak mengakomodasikan dengan baik
klasifikasi jabatan dan standar kompetensi sehingga berpengaruh negatif
terhadap pencapaian kinerja organisasi dan individu;
(8)
keberadaan Komisi Kepegawaian Negara
kurang independen dan tidak jelas kedudukannya.
Berbagai
permasalahan sebagaimana dikemukakan Keban di atas, tidak jauh dari kenyataan
atau pengalaman empiris di lapangan pada saat ini. Hal ini seperti tercermin
dalam sistem penilaian kinerja yang masih kuat dengan pendekatan-pendekatan
formalitas yang kurang menggambarkan kondisi objektif yang ada.
Demikian
pula dengan pengangkatan dalam jabatan yang kurang mendasarkan pada kompetensi
nyata pada para calon yang akan diangkat. Demikian pulan dalam sistem
pendidikan dan pelatihan sebagai bagian dari sistem pengembangan karier PNS
juga masih banyak kelemahannya. Dalam hal pemberian penghargaan (reward and
punishment) juga belum terlaksana sesuai dengan harapan dan
keadilan.
B. Manajemen
Sumber Daya Manusia
Lembaga
Administrasi Negara sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab dalam
peningkatan dan pengembangan administrasi negara termasuk didalamnya
pengembangan sistem manajemen kepegawaian melakukan kajian dalam rangka
menjawab beberapa permasalahan sebagaimana diuraikan di atas melalui serangkaian kajian. Dalam kajian ini
selain melakukan pengumpulan data ke beberapa daerah propinsi/kabupaten/kota di
Indonesia juga dilakukan benchmarking ke Singapura untuk
mengidentifikasi best practices manajemen pegawai negeri sipilnya.
Berdasarkan gambaran seperti diuraikan di atas, maka permasalahan dalam kajian
ini dirumuskan: “Bagaimana rumusan dan
disain manajemen pegawai negeri sipil Indonesia yang dapat berjalan secara
efektif dalam menciptakan pegawai negeri sipil yang profesional, berkinerja
tinggi dan memiliki ethos kerja yang baik?”.
Tujuan
dari kajian ini adalah
(1)
Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan
dari sistem manajemen pegawai negeri sipil selama ini;
(2)
Mengidentifikasi rasionalitas dan keterkaitan antara perencanaan kebutuhan,
pengadaan, promosi/mutasi, pendidikan
dan pelatihan, penggajian, pola karier, penilaian prestasi kerja, hak dan
kewajiban, reward and punishment, code of conduct, dan
pemberhentian sebagai sebuah sistem dalam manajemen PNS;
(3)
Mengidentifikasi kunci keberhasilan, fokus dan strategi serta dimensi-dimensi
yang dapat diperbandingkan/tidak dapat diperbandingkan dengan system manajemen
pegawai negeri di Singapura; dan
(4) Merumuskan
alternatif kebijakan bagi reformasi sistem manajemen PNS.
Ruang
lingkup kajian ini menyangkut aspek-aspek pengelolaan pegawai negeri sipil di
Indonesia baik dilihat dari sistem, kelembagaan maupun sumber daya manusianya.
Kajian difokuskan untuk menemukan pokok permasalahan yang menyebabkan pegawai negeri sipil di Indonesia
belum menjadi sosok yang profesional sekalipun berbagai upaya telah ditempuh
seperti perubahan peraturan
perundang-undangan,
penataan kelembagaan yang menangani bidang kepegawaian, perubahan pendekatan
pendidikan dan pelatihan dan kebijakan-kebijakan lain yang mengarah pada
peningkatan kinerja dan kompetensi pegawai negeri sipil. Ruang lingkup kajian
ini mencakup perencanaan kebutuhan, pengadaan, promosi/mutasi, pendidikan dan
pelatihan, penggajian, pola karier, penilaian prestasi kerja, hak dan
kewajiban, reward and punishment, code of conduct, dan
pemberhentian.
Kajian
ini diharapkan dapat merumuskan sistem dan disain manajemen PNS yang rasional
dan terintegrasi mulai dari perencanaan kebutuhan PNS hingga
pemberhentian/pensiun. Melalui kajian ini juga diharapkan ditemukannya potret
permasalahan yang lebih komprehensif yang menyebabkan sistem manajemen PNS yang
diterapkan selama ini tidak dapat berjalan secara efektif. Oleh karena
itu,
persoalannya dilihat baik dari sisi desain
peraturan perundang-undangan dan kondisi empiris di lapangan. Hasil
identifikasi ini diharapkan dapat memberikan arah bagi perumusan alternatif
kebijakan lebih lanjut dari reformasi system manajamen PNS di masa mendatang.
Sumber
daya manusia merupakan faktor yang sangat sentral dalam organisasi. Apapun
bentuk dan tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk
kepentingan manusia. Begitu pula dalam pelaksanaan misinya maka dikelola dan
diurus oleh manusia. Dengan demikian manusia merupakan faktor yang sangat
strategis dalam semua kegiatan organisasi. Agar dapat mengatur dan mengurus sumber
daya manusia berdasarkan visi organisasi sehingga tujuan organisasi tercapai
maka dibutuhkan ilmu, metoda dan pendekatan pengelolaan sumber daya manusia
atau yang sering disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Ini berarti
bahwa manajemen sumber daya manusia juga menjadi bagian dari ilmu manajemen (management
science) yang mengacu kepada fungsi manajemen yang dalam pelaksanaannya
meliputi proses-proses perencanaan, pengorganisasian, staffing, memimpin
dan mengendalikan. Peran sumber daya manusia dari waktu ke waktu akan semakin
strategis terhadap perkembangan dan dinamika organisasi, seperti yang
diungkapkan oleh (Foulkes, 1975).
Alvin
Toffler dalam bukunya “The Third Wave” (1991) yang mengklasifikasikan
karakteristik sumber daya manusia yang terkait dengan perubahan sosial yang
terjadi dalam tiga gelombang yaitu:
(1)
Gelombang pertama merupakan era pertanian yang lebih mengutamakan tanah dan
kerja fisik sebagai faktor-faktor utama produksi. Karakteristik sumber daya
manusia yang lebih mengutamakan fisiknya yang tidak membutuhkan keterampilan
yang spesifik, sehingga pada masa tersebut tidak dikenal adanya organisasi,
yang dikenalnya adalah pekerja dan majikan. Pada era ini aspek penguasaaan
tanah masih memegang peranan yang sangat penting;
(2)
Gelombang kedua merupakan era industri, pada masa era industri ini kerja fisik
beralih kepada mesin-mesin industri sehingga dibutuhkan
keterampilan-keterampilan yang spesifik yang harus dimiliki oleh sumber daya
manusia. Pengorganisasian serta pengembangan
terhadap keahlian yang dimiliki oleh sumber daya manusia, dibutuhkan
suatu organisasi formal yang menanganinya. Pada masa inilah penanganan sumber
daya manusia lebih intensif dibandingkan dengan pada masa gelombang pertama.
Pada era ini peran sumber daya manusia masih belum bisa mengalahkan aspek
capital atau modal;
(3)
Gelombang ketiga merupakan era informasi, sumber utama pada era ini adalah
semua pengetahuan dan teknologi yang dapat didayagunakan. Pada era ini aspek
sumber daya manusia sangat diperlukan dibandingkan dari gelombang sebelumnya
yaitu era tenaga manual dan clerical. Pada era ini istilah pekerja
berubah menjadi knowledge-worker. Pada masa inilah peran sumber daya
manusia yang handal merupakan asset bagi perusahaan atau yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah human capital. Peran sumber daya manusia pada
masa sekarang ini sangat vital karena menggantikan peran mesin-mesin sebagai
basis keberhasilan bagi organisasi.
Dengan
demikian manajemen SDM pada saat sekarang ini telah mengalami perubahan
dibandingkan pada masa sebelumnya, seperti yang diungkapkan oleh Dessler (2000)
yang mendefinisikan manajemen sumber daya manusia pada era informasi ini,
yaitu: “Strategic Human Resource Management is the linking of Human Resource
Management with strategic role and objectives in order to improve business
performance and develop organizational cultures and foster innovation and
flexibility”. Terlihat bahwa para pimpinan organisasi harus mengaitkan
pelaksanaan manajemen sumber daya manusia dengan strategi organisasi untuk
meningkatkan kinerja, serta mengembangkan budaya organisasi yang akan mendukung
penerapan inovasi dan fleksibilitas.
Kecenderungan yang berlangsung pada
saat sekarang ini adalah pegawai (sumber daya manusia) dituntut memiliki
pengetahuan baru yang sesuai dengan perubahan yang tengah berlangsung.
Peran strategis dalam mengelola sumber daya manusia adalah dapat mengelaborasi
segala sumber daya yang dimiliki oleh setiap pegawainya, kemampuan SDM
merupakan competitive advantage bagi organisasi. Begitu juga dari segi
sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang
maksimum yang dapat mengoptimalkan competitive advantage. Dengan
terdapatnya SDM yang ahli dan handal yang menyumbang dalam menghasilkan added
value merupakan value added bagi organisasi.
Fakta
yang terjadi pada saat sekarang ini terjadinya perampingan personalia (downsizing),
akibat adanya organisasi yang lebih datar (flat organization) kini menjadi norma baru. Organisasi pyramidal
dengan 7-10 lapis kini mulai di’datar’ kan menjadi hanya 3-4 lapis. Bentuk
pyramidal kini dianggap kuno, tradisional, out of style, ‘rantai
komando’ semakin tidak diikuti. Atas dasar itulah istilah pemberdayaan lebih
banyak digunakan dalam manajemen sumber daya manusia.
Pemberdayaan
terhadap sumber daya manusia akan berakibat adanya tuntutan bahwa setiap sumber
daya manusia sangat dituntut untuk memiliki pengetahuan baru (knowledge-intensive, hight
tech-knowledgeable) yang sesuai dengan dinamika perubahan yang tengah
berlangsung. Perubahan-perubahan yang mendasar menyebabkan terjadinya
pergeseran urutan pentingnya manajemen sumber daya manusia dan fungsi sumber
daya manusia. Manajemen sumber daya manusia diberi kesempatan mengambil peran
penting dalam tim manajemen, demikian juga fungsi sumber daya manusia sedang
berubah
menjadi fungsi manajemen yang penting. Asset sumber daya manusia yang handal
dapat menjadi sumber keunggulan kompetetitf yang berkelanjutan karena
asset-asset manusia tersebut mempunyai pengetahuan dan kompleksitas sosial yang
sulit untuk ditiru oleh pesaing.
C.
Kesimpulan
Sesuai
dengan arus globalisasi dan arus informasi yang sedang berkembang saat ini, peran
sumber daya manusia yang handal merupakan asset bagi perusahaan atau yang
sekarang lebih dikenal dengan istilah human capital. Peran sumber daya
manusia pada masa sekarang ini sangat vital karena menggantikan peran
mesin-mesin sebagai basis keberhasilan bagi organisasi.
Telah
terlihat bahwa para pimpinan organisasi saat ini telah mengaitkan pelaksanaan
manajemen sumber daya manusia yang handal yang merupakan tuntutan dengan
strategi organisasi dalam meningkatkan kinerja, dengan memperhatikan dampak
globalisasi dan arus informasi sebagai alat untuk mengubah kebijakan dalam mengembangkan
budaya organisasi yang didukung oleh penerapan inovasi dan fleksibilitas yang
diperlukan.
Pemberdayaan
terhadap sumber daya manusia akan berakibat adanya tuntutan bahwa setiap sumber
daya manusia sangat dituntut untuk memiliki pengetahuan baru (knowledge-intensive, hight
tech-knowledgeable) yang sesuai dengan dinamika perubahan yang tengah
berlangsung, kesempatan untuk mengambil peran penting dalam tim manajemen,
demikian juga fungsi sumber daya manusia yang sedang berubah menjadi fungsi manajemen yang sangat penting.
sumber daya manusia yang handal dapat menjadi sumber keunggulan kompetetitf
yang berkelanjutan karena asset-asset manusia tersebut mempunyai pengetahuan
dan kompleksitas sosial yang sulit untuk ditiru oleh pesaing.
D.
Saran
Sebagaimana
yang kita ketahui, lembaga yang membina Aparatur saat ini tidak satu lembaga,
yang mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak satu pemahaman sehingga
tumpang tindih dan sangat berdampak pada pengembangan karier PNS sehingga kita
masih kalah jauh dengan Negara tetangga mulai dari sistem, penggajian,
pembianaan karier. Begitu juga permasalahan sebagaimana dikemukakan Keban di
atas, tidak jauh dari kenyataan atau pengalaman empiris di lapangan pada saat
ini. Hal ini seperti tercermin dalam sistem penilaian kinerja yang masih kuat
dengan pendekatan-pendekatan formalitas yang kurang menggambarkan kondisi
objektif yang ada.
Referensi:
Moekijat,
Drs sebagai penyadur dalam Administrasi Perkantoran, penerbit: Mandar Maju
1997/Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar